Salah satu bentuk pelanggaran etika dalam penulisan karya ilmiah adalah plagiarsm. Sering kita dengar kata ini, kan ya? Bahkan ada yang mendapatkan sanksi karena ketahuan plagiat. Ada juga yang gagal dalam sertifikasi dosen karena plagiat dalam menuliskan deskripsi diri. Sebenarnya apa sih itu plagiasi? Apa saja sanksi yang akan diberikan bagi yang ketahuan plagiat, dan bagaimana langkah penanggulangan tindak plagiasi ini?
Let’s see more detail!
Peraturan terkait dengan plagiarism ini secara lengkap terdapat dalam Pasal 1, Permendiknas No.17/2010. Yang dimaksud dengan plagiat adalah perbuatan secara sengaja atau tidak sengaja dalam memperoleh atau mencoba memperoleh kredit atau nilai untuk suatu karya ilmiah dengan mengutip sebagian atau seluruh karya dan/atau karya ilmiah pihak lain yang diakui sebagai karya ilmiahnya, tanpa menyatakan sumber secara tepat dan memadai. Nah apa sih yang dimaksud dengan plagiator, bagaimana pencegahan plagiat, dan bagaimana penanggulangannya?
Plagiator adalah orang perseorang atau kelompok orang pelaku plagiat, masing-masing bertindak untuk diri sendiri, untuk kelompok dan atas nama suatu badan;
Pencegahan plagiat adalah tindakan preventif yang dilakukan oleh pimpinan perguruan tinggi yang bertujuan agar tidak terjadi plagiat di lingkungan perguruan tingginya;
Penanggulangan plagiat adalah tindakan represif yang dilakukan oleh pimpinan perguruan tinggi dengan menjatuhkan sanksi kepada plagiator di lingkungan perguruan tingginya yang bertujuan mengembalikan kredibilitas akademik perguruan tinggi yang bersangkutan.
Dalam Pasal 1 ayat 1 dijelaskan bahwa plagiat meliputi tetapi tidak terbatas pada:
Mengacu dan/atau mengutip istilah, kata-kata dan/atau kalimat, data dan/atau informasi dari suatu sumber tanpa menyebutkan sumber dalam catatan kutipan dan/atau tanpa menyatakan sumber secara memadai;
Mengacu dan/atau mengutip secara acak istilah, kata-kata dan/atau kalimat, data dan/atau informasi dari suatu sumber tanpa menyebutkan sumber dalam catatan kutipan dan/atau tanpa menyatakan sumber secara memadai;
Menggunakan sumber gagasan, pendapat, pandangan, atau teori tanpa menyatakan sumber secara memadai;
Merumuskan dengan kata-kata dan/atau kalimat sendiri dari sumber kata-kata dan/atau kalimat, gagasan, pendapat, pandangan, atau teori tanpa menyatakan sumber secara memadai;
Menyatakan suatu karya ilmiah yang dihasilkan dan/atau telah dipublikasikan oleh pihak lain sebagai karya ilmiahnya tanpa menyatakan sumber secara memadai.
Dalam Pasa 1 ayat 2 dijelaskan mengenai sumber yang dimaksud dalam butir-butir ayat 1. Jadi yang dimaksud dengan sumber terdiri atas orang perseorangan atau kelompok orang, masing-masing bertindak untuk diri sendiri atau kelompok atau untuk dan atas nama suatu badan, atau anonim penghasil satu atau lebih karya dan atau karya ilmiah yang dibuat, diterbitkan, dipresentasikan, atau dimuat dalam bentuk tertulis baik cetak maupun elektronik. Btw, kog ada yang di cetak tebal? Ini dijelaskan di ayat selanjutnya.
Dalam Pasal 1, ayat 3 dijelaskan mengenai yang dimaksud dengan dibuat dapat berupa:
- Komposisi musik;
- Perangkat lunak komputer;
- Fotografi;
- Lukisan;
- Sketsa;
- Patung; atau
- Karya dan atau karya ilmiah sejenis yang tidak termasuk kategori angka 1 s.d. 6.
Yang dimaksud dengan diterbitkan dapat berupa (Pasal 1 ayat 4):
- Buku yang dicetak dan diedarkan oleh penerbit atau perguruan tinggi;
- Artikel yang dimuat dalam berkala ilmiah, majalah, atau surat kabar;
- Kertas kerja atau makalah profesional dari organisasi tertentu;
- Isi laman elektronik; atau
- Hasil karya dan/atau karya ilmiah yang tidak termasuk pada angka 1 s.d. 4.
Yang dimaksud dengan dipresentasikan dapat berupa (Pasal 1 ayat 5):
- Presentasi di depan khalayak umum atau terbatas;
- Presentasi melalui radio/televisi/video/cakram padat/cakram video digital; atau
- Bentuk atau cara lain sejenis yang tidak termasuk pada angka 1 dan 2.
Kapan dan dimana sih bisa terjadi plagiat:
Di dalam lingkungan perguruan tinggi, antar karya ilmiah mahasiswa, dosen/peneliti/tenaga kependidikan, dan dosen terhadap mahasiswa atau sebaliknya;
Dari dalam lingkungan perguruan tinggi terhadap karya ilmiah mahasiswa dan/atau dosen/peneliti/tenaga kependidikan dari perguruan tinggi lain, akrya dan/atau karya ilmiah orang perseorangan dan/atau kelompok orang yang bukan dari kalangan perguruan tinggi, baik dalam maupun luar negeri;
Di luar perguruan tinggi ketika mahasiswa dan/atau dosen/peneliti/tenaga kependidikan dari perguruan tinggi yang bersangkutan sedang mengerjakan atau menjalankan tugas yang diberikan oleh perguruan tinggi atau pejabat yang berwenang;
Selama mahasiswa menjalani proses pembelajaran;
Sebelum dan setelah dosen mengemban jabatan akademik asisten ahli, lektor, lektor kepala atau guru besar/profesor;
Sebelum dan setelah peneliti/tenaga kependidikan mengemban jabatan fungsional jenjang pertama, muda, madya dan utama.
Sebagaimana kita sebagai dosen, kan juga tidak suka jika mahasiswa kita mencontek jawaban teman ketika mengerjakan soal ujian kita, kan? Jadi mudahnya sih plagiat itu seperti mencontek. Jawaban orang lain ditulis di lembar jawaban sendiri dan diakui sebagai jawaban sendiri. Nah, ada yang samar-samar ini. Bagaimana kalau menconteknya ke diri sendiri? Eh kog bisa? Ini yang dimaksud dengan self-plagiarism.
Self-plagiarism adalah mengakui karya sendiri yang pernah diterbitkan sebagai karyanya yang baru, tanpa mencantumkan sitasinya. Jadi tidak diperbolehkan ada sebagian atau seluruh isi karya ilmiah yang telah diterbitkan sebelumnya, dituliskan kembali oleh penulisnya pada karya ilmiah berikutnya tanpa sistem penulisan rujukan yang baku. Nah supaya tidak melanggar etika dan terjadi self-plagiarism, maka kalau kita mengacu pada karya kita sendiri yang telah diterbitkan sebelumnya, kita harus mencantumkannya di pustaka dan daftar pustaka.
Beberapa kasus plagiasi yang terjadi antara lain sebagai berikut:
1 copy paste kalimat dari karya ilmiah lain tanpa sistem acuan yang baku.
Penambahan teks dari karya ilmiah lain.
Melakukan substitusi kata (sinonim) dari kalimat pada karya ilmiah lain.
Pengubahan kalimat aktif menjadi pasif atau sebaliknya dari karya lain.
Parafrase tanpa acuan, yaitu membuat kalimat lain, tapi idenya sama tanpa sumber acuan.
Kalau yang namanya pelanggaran kan pasti ada sanksi. Sanksi bagi dosen/peneliti/Tendik dapat berupa:
- Teguran
- Peringatan tertulis
- Penundaan pemberian hak
- Penurunan pangkat dan jabatan akademik/fungsional
- Pencabutan hak untuk diusulkan sebagai profesor/jenjang utama bagi yang memenuhi syarat
- Pemberhentian dengan hormat dari status dosen/peneliti/tendik
- Pemberhentian tidak dengan hormat dari status sebagai dosen/peneliti/tendik
- Pembatalan ijazah yang diperoleh dari perguruan tinggi ybs.
Ada juga sanksi tambahan yaitu apabila dosen/peneliti/tendik menyandang sebutan profesor/jenjang utama maka akan diberhentikan dari jabatan profesor/jenjang utama tersebut. Wah, ngeri kan sanksinya? Maka perlua adanya penanggulangan plagiasi seperti yang diatur dalam pasal 10 ayat 4 dan pasal 11 ayat 6.
Pasal 10 ayat (4): apabila berdasarkan persandingan dan kesaksian telah terbukti terjadi plagiat, maka ketua jurusan/departemen/bagian menjatuhkan sanksi kepada mahasiswa sebagai plagiator.
Pasal 11 ayat (6): apabila berdasarkan persandingan dan telah terbukti terjadi plagiat, maka senat akademik/organ lain yang sejenis merekomendasikan sanksi untuk dosen/tenaga peneliti/tenaga kependidikan sebagai plagiator kepada pimpinan/pimpinan perguruan tinggi untuk dilaksanakan.
Mengingat sedemikian pentingnya kita memahami etika dalam penulisan karya ilmiah, maka patut untuk selalu ditegaskan apa saja etika penulisan karya ilmiah, yaitu:
- Mengikuti petunjuk bagi penulis (Guideline for author, atau Instruction for author)
- Tidak menggunakan data dan hasil olah data tertentu secara berulang tanpa kaidah acuan
- Melakukan rujukan yang diambil langsung dari sumber aslinya
- Menulis semua sumber acuan di daftar pustaka
- Tidak melakukan klaim atas hasil penelitian yang dibiayai pihak lain
- Mencantumkan ucapan terima kasih kepada pihak yang berhak
- Menggunakan bahasa yang baik.
Ini dulu ya artikel kali ini. Sudah buanyak sekali yang ditulis nih. Karena berhubungan dengan regulasi yang berlaku. Sebagai dosen yang baik tentu kita perlu memperhatikan etika-etika dalam penulisan karya ilmiah supaya tidak terkena cap sebagai plagiat, jadi nggak usah erurusan dengan sanksi-sanksi seperti yang disebutkan itu ya. Mari jadi dosen yang jujur dan menjunjung tinggi etika-etika moral dalam penulisan karya ilmiah.
Artikel ini merupakan hasil pelatihan penulisan artikel ilmiah jurnal terakreditasi yang diselenggarakan oleh PPPM UNRIYO di Hotel Sakanti Malioboro, 3 November 2016, dengan pemateri D. Agus Harjito, Ph.D.
Referensi:
Anonim, (2010). Publication Manual of the American Psychological Association, Sixth Edition, WASHINGTON, dc.
Gastel, B. (2013). Writing and Publising Journal Article, Materi pada Authoraid Workshop, www.authoraid.info.
Permendiknas No.17 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Penanggulangan Plagiat di Perguruan Tinggi.
Rifai, M., A. (2004). Pegangan Gaya Penulisan, Penyuntingan dan Penerbitan Karya Ilmiah Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press; cet. 4.
Setiawan, N. (2011). Kode Etik Penulisan Karya Ilmiah, Bahan TOT Penulisan Karya Ilmiah, Ditlitabmas, Dikti
Suryono, I.A.S. (2010). Plagiarisme dalam Penulisan Makalah Ilmiah, Naskah tidak diterbitkan.
telah dibaca: 2,121